Hammad Hendra
Senin, April 21, 2025
Perkecil teks Perbesar teks
![]() |
Ilustrasi. (Dok. Ist) |
PEWARTA.CO.ID – Di tengah memanasnya konflik dagang global, harga Bitcoin masih menunjukkan ketahanan yang cukup kuat.
Pada pertengahan April 2025, aset kripto terbesar ini bergerak stabil dalam rentang harga USD84.000 hingga USD86.000, atau sekitar Rp1,44 miliar.
Meskipun belum mencatat lonjakan signifikan, kondisi ini memperlihatkan bahwa Bitcoin tetap mampu bertahan di tengah gejolak ekonomi dan ketidakpastian geopolitik yang dipicu eskalasi tensi antarnegara, terutama akibat konflik dagang internasional.
Berdasarkan data dari CoinGecko, dalam 24 jam terakhir, harga Bitcoin tercatat mengalami kenaikan tipis sebesar 1%.
Sementara itu, kapitalisasi pasar mencapai sekitar USD2,77 triliun, dengan volume transaksi harian sebesar USD46,7 miliar.
Pergerakan yang relatif stagnan ini menjadi cerminan sikap investor yang lebih berhati-hati menghadapi potensi resesi di Amerika Serikat serta situasi geopolitik yang belum pasti.
Sentimen pasar dipengaruhi oleh dinamika global
Salah satu isu yang turut membentuk sentimen pasar adalah laporan bahwa pemerintah AS di bawah kepemimpinan Donald Trump tengah mempertimbangkan langkah membeli Bitcoin menggunakan pendapatan dari tarif perdagangan.
Inisiatif ini disebut-sebut sebagai upaya diversifikasi cadangan negara.
Selain itu, kabar positif juga datang dari sektor institusional.
ETF Bitcoin spot kembali menerima aliran dana segar setelah mengalami tekanan berturut-turut selama sepekan.
Tepatnya pada 14 April 2025, ETF ini mencatat arus masuk sebesar USD1,47 juta, memperlihatkan potensi pemulihan minat investor.
CEO Indodax, Oscar Darmawan, turut mengomentari dinamika ini dan menilai bahwa fluktuasi harga baru-baru ini merupakan reaksi pasar terhadap isu-isu global, termasuk kebijakan perdagangan serta faktor musiman seperti rendahnya likuiditas pada akhir pekan.
"Kenaikan singkat ke level USD86.000 beberapa waktu lalu dipicu oleh reaksi pasar terhadap kabar pengecualian tarif yang memberikan nafas segar sementara. Namun, faktor likuiditas yang rendah di akhir pekan dan belum adanya kejelasan arah kebijakan perdagangan AS membuat pasar kembali ragu, sehingga harga terkoreksi secara alami ke bawah USD84.000," kata Oscar dalam keterangannya, Jakarta, Minggu (20/4/2025).
Potensi arah baru dalam kebijakan pemerintah AS
Oscar juga menyoroti perkembangan positif dari sisi adopsi institusional.
Menurutnya, minat pemerintah AS terhadap Bitcoin, baik melalui ETF maupun potensi pembelian langsung, menandakan perubahan cara pandang terhadap aset digital.
“Narasi bahwa Bitcoin adalah alat spekulatif perlahan mulai tergantikan dengan posisi Bitcoin sebagai penyimpan nilai dan pelindung kekayaan jangka panjang,” ujarnya.
Ia menambahkan, jika langkah Amerika Serikat untuk mengakumulasi Bitcoin benar-benar diwujudkan, maka hal tersebut akan memperkuat kepercayaan terhadap teknologi blockchain, bukan hanya di kalangan investor ritel, tetapi juga lembaga keuangan global dan bahkan pemerintah negara lain.
Namun demikian, Oscar tetap mengingatkan adanya risiko besar dari gejolak makroekonomi yang dapat memengaruhi pasar.
“Bitcoin memang bisa menjadi alternatif investasi yang sudah teruji, tetapi investor harus tetap disiplin dalam manajemen risiko. Jangan berinvestasi karena euforia sesaat,” tegasnya.
Pendekatan investasi rasional disarankan
Mengingat kondisi pasar yang belum stabil, Oscar menyarankan pendekatan investasi jangka panjang dengan strategi Dollar-Cost Averaging (DCA).
Metode ini dianggap mampu mengurangi tekanan emosional investor dalam menghadapi volatilitas.
"DCA adalah strategi yang bisa mengurangi tekanan emosional dalam menghadapi volatilitas pasar, apalagi saat situasi ekonomi global belum stabil,” tambahnya.