Hammad Hendra
Rabu, April 16, 2025
Perkecil teks Perbesar teks
![]() |
Direktur Eksekutif APRISINDO, Yoseph Billie Dosiwoda. (Dok. CNBC Indonesia) |
PEWARTA.CO.ID - Industri sepatu dalam negeri tengah menghadapi tekanan berat. Stok produk yang menumpuk di gudang mencerminkan kondisi pasar yang sedang lesu, baik di tingkat domestik maupun ekspor.
Melemahnya daya beli masyarakat dan gangguan perdagangan global menjadi dua faktor utama yang menghambat pergerakan industri ini.
Direktur Eksekutif Asosiasi Persepatuan Indonesia (APRISINDO), Yoseph Billie Dosiwoda, mengungkapkan bahwa saat ini banyak gudang pabrikan dipenuhi stok sepatu yang belum terjual.
Penurunan pesanan terjadi pasca musim Lebaran, dan situasi diperburuk oleh kekhawatiran industri terhadap ketidakpastian global.
"Saya berkontak sama beberapa anggota, dan mereka menyampaikan pemesanan mengalami penurunan. Pasca Lebaran ini justru lagi penyesuaian penghitungan. Ada beberapa stok gudang mereka yang pesanan turun, dan ada beberapa yang belum dilepas. Tapi ini sebuah proses," kata Billie kepada CNBC Indonesia, dikutip Selasa (15/4/2025).
Ketidakpastian global yang dimaksud terkait erat dengan tensi perdagangan antara Amerika Serikat dan China.
Menurut Billie, ketegangan ini turut memberi dampak signifikan pada industri sepatu di Indonesia, terutama karena banyak pelaku usahanya juga terlibat dalam ekspor.
"Situasi global itu memang sangat mempengaruhi. Kita di domestik, apalagi kita ini memang pelaku industri yang komponennya juga melakukan kegiatan ekspor. Kalau ditanya dampak, tentu kami sangat merasakan," tambah Billie.
Selain faktor eksternal, lesunya permintaan dalam negeri juga menjadi sorotan.
Billie menyebut bahwa pemutusan hubungan kerja (PHK) yang terjadi di sejumlah sektor turut melemahkan daya beli masyarakat terhadap produk sepatu.
"Misalnya sebelum Ramadan dan Idulfitri, kita merasakan daya beli masyarakat menurun. Karena publik, masyarakat di sektor lain itu mengalami PHK gitu. Sehingga daya beli masyarakat mereka terhadap persepatuan juga mengalami penurunan," ujar Billie.
Saat ditanya tentang proyeksi pertumbuhan industri sepatu tahun ini, Billie belum dapat memberikan kepastian.
Ia hanya menyatakan bahwa kinerja tahun 2024 cukup baik, namun situasi tahun ini masih penuh tantangan.
"Kalau pertumbuhan, saya belum bisa jawab, persentasenya juga, karena itu data dan angka. Kami punya hal yang baik di 2024," ujarnya lagi.
"Masih ada triwulan kedua, masih ada triwulan ketiga sampai setahun ke depan. Harapannya situasi membaik. Walaupun cukup berat," tambahnya.
Nasib industri sepatu menanti hasil negosiasi tarif dagang
Harapan kini tertuju pada negosiasi yang tengah dijalankan pemerintah Indonesia dengan Amerika Serikat.
Pemerintah tengah berupaya membatalkan rencana kenaikan tarif dagang sebesar 32% yang dikenakan oleh AS terhadap produk Indonesia, termasuk sepatu.
"Harapannya hasil negosiasi pemerintah kita itu, harapannya ya, tidak naik sama sekali. Harapan lainnya, yakni dalam tiga bulan tarif AS putusannya oke, situasi industri domestik juga oke, sehingga proses produksi anggota kita dapat berjalan dengan baik dan tetap stabil," kata Billie.
Sebagai informasi, Presiden Prabowo Subianto telah mengutus sejumlah menteri untuk melakukan negosiasi langsung ke Washington.
Agenda perundingan dengan pemerintahan Presiden AS Donald Trump dijadwalkan berlangsung dari 16 hingga 23 April 2025.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, menjelaskan bahwa Indonesia menjadi salah satu negara pertama yang diundang untuk bernegosiasi, memanfaatkan masa penundaan tarif selama 90 hari yang berakhir pada 9 Juni 2025.
"Indonesia adalah salah satu negara yang mendapat kesempatan pertama untuk diundang ke Washington," kata Airlangga saat konferensi pers di kantornya, dikutip Selasa, (15/4/2025).