Redaksi Pewarta.co.id
Minggu, April 27, 2025
Perkecil teks Perbesar teks
![]() |
Negara-negara anggota BRICS meramu strategi dalam menghadapai gempuran AI dan dampaknya bagi pekerja manusia. (Dok. Ist) |
PEWARTA.CO.ID - Negara-negara yang tergabung dalam BRICS kembali menunjukkan keseriusannya dalam menghadapi tantangan baru di dunia kerja akibat pesatnya perkembangan kecerdasan buatan (Artificial Intelligence/AI).
Dalam pertemuan yang digelar di Brasilia, Brasil, Menteri Ketenagakerjaan dari masing-masing negara membahas langkah strategis untuk melindungi nasib para pekerja.
Menteri Ketenagakerjaan Indonesia, Yassierli, menyampaikan bahwa AI bukan sekadar tren teknologi semata, melainkan kekuatan besar yang tengah merevolusi dunia kerja di seluruh dunia, termasuk di Tanah Air.
"AI telah mengubah industri dan mendefinisikan ulang keterampilan. Namun, dengan potensi sebesar itu, transformasi ini harus dikelola secara bijaksana dan inklusif," ujarnya pada Sabtu (26/4/2025).
Dalam pernyataannya, Menaker mengingatkan bahwa kecerdasan buatan membawa dua sisi mata uang.
Di satu sisi, AI membuka jalan bagi peningkatan efisiensi, produktivitas, serta menciptakan berbagai peluang inovasi dan lapangan kerja baru.
Namun di sisi lain, jika tidak dikelola dengan tepat, AI dapat memperlebar kesenjangan sosial dan ekonomi.
"Indonesia tidak melihat AI sebagai ancaman, melainkan sebagai kekuatan yang harus dimanfaatkan secara bertanggung jawab. Teknologi harus melayani kemanusiaan, bukan sebaliknya," tegas Yassierli.
4 Strategi Indonesia hadapi dampak AI
Untuk memastikan adopsi AI berjalan adil dan inklusif, Indonesia mengusung pendekatan berbasis masyarakat (people-centric approach). Pendekatan ini bertumpu pada empat fokus utama:
1. Inklusi digital
Pemerintah menempatkan akses terhadap teknologi, infrastruktur, dan literasi digital sebagai hak dasar masyarakat.
Komitmen kuat diberikan untuk memastikan seluruh lapisan masyarakat, terutama kelompok rentan dan pekerja informal, tidak tertinggal dalam era digital.
2. Penyiapan keterampilan baru
Untuk mengatasi kesenjangan keterampilan yang muncul akibat revolusi teknologi, Indonesia mendorong modernisasi pelatihan vokasi melalui kolaborasi dengan sektor industri dan pendidikan.
"Kami juga tengah membangun Pusat Produktivitas Nasional dengan AI sebagai tema strategis, baik sebagai subjek riset maupun alat transformasi ketenagakerjaan," tambah Menaker.
3. Perlindungan sosial adaptif
Menaker menekankan pentingnya sistem perlindungan sosial yang fleksibel dalam mengantisipasi perubahan dunia kerja.
Program seperti Asuransi Kehilangan Pekerjaan menjadi contoh nyata, menggabungkan dukungan finansial, pelatihan ulang, dan penempatan kerja kembali.
4. Dialog sosial yang inklusif
Menaker menggarisbawahi bahwa partisipasi aktif dari pemerintah, pengusaha, dan pekerja sangat vital dalam merumuskan kebijakan penggunaan AI yang adil dan bertanggung jawab.
Dalam forum tersebut, Indonesia juga mengajak seluruh negara BRICS untuk memperkuat kolaborasi global.
Fokus kerja sama diarahkan pada investasi keterampilan digital, pertukaran kebijakan ketenagakerjaan yang inklusif, pengembangan tata kelola AI bersama, hingga promosi inovasi berbasis keadilan dan keberlanjutan.
"Masa depan pekerjaan bukan hanya ditentukan oleh algoritma, tetapi oleh pilihan-pilihan yang kita ambil hari ini. Indonesia memilih melangkah dengan tekad, menjunjung keadilan, dan berpegang pada semangat kolaborasi," pungkas Yassierli.