Makin Banyak yang Melek Finansial, Tapi Jerat Pinjol Ilegal Masih Makan Korban

1 day ago 6

Nimas Taurina

Nimas Taurina

Senin, Mei 05, 2025

Perkecil teks Perbesar teks

Makin Banyak yang Melek Finansial, Tapi Jerat Pinjol Ilegal Masih Makan Korban
Ilustrasi - Financial planner. (Dok. Mitramulia.com).

PEWARTA.CO.ID - Meningkatnya kesadaran masyarakat Indonesia terhadap pentingnya literasi keuangan ternyata belum sepenuhnya mampu melindungi mereka dari jebakan pinjaman online (pinjol) ilegal. Di balik tren positif ini, masih banyak masyarakat yang menjadi korban praktik keuangan tak berizin dengan bunga mencekik dan cara penagihan yang intimidatif.

Fenomena ini menjadi perhatian serius Otoritas Jasa Keuangan (OJK), yang secara aktif mendorong literasi finansial di tengah maraknya pinjol ilegal yang menjerat masyarakat. Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi, dan Pelindungan Konsumen OJK, Friderica Widyasari Dewi, mengakui bahwa pemahaman masyarakat belum sebanding dengan peningkatan literasi yang dicapai.

“Pinjol itu ada dua, yang legal dan berada di bawah pengawasan OJK, serta yang ilegal. Yang menyengsarakan masyarakat itu mayoritas berasal dari pinjol ilegal,” kata Kiki dalam konferensi pers hasil SNLIK 2025, ditulis Minggu (4/5/2025).

Kiki, sapaan akrab Friderica, menegaskan bahwa pihaknya terus memberikan edukasi agar masyarakat bisa mengenali dan menghindari jebakan pinjol ilegal. Ia menjelaskan bahwa korban pinjol ilegal seringkali terjebak dalam skema utang yang memberatkan, dengan bunga tinggi serta cara penagihan yang penuh tekanan psikologis. Tak sedikit yang akhirnya putus asa hingga melakukan tindakan nekat.

Tak hanya pinjol ilegal, OJK juga menyoroti kecenderungan masyarakat yang menggunakan pinjaman digital untuk keperluan konsumtif ketimbang produktif. Padahal, idealnya, pinjaman semacam ini dimanfaatkan sebagai modal usaha atau pengembangan ekonomi pribadi.

“Kita mendorong penggunaan pindar untuk hal produktif, seperti modal usaha. Tapi kenyataannya, banyak yang menggunakannya untuk konsumtif, yang akhirnya berujung pada over-indebtedness atau kondisi banyak utang,” ujarnya.

Kondisi ini menyebabkan banyak orang terjebak dalam lingkaran utang yang sulit diputus, meskipun fasilitas keuangan digital makin mudah diakses. Maka dari itu, penting bagi masyarakat tidak hanya mengenal produk keuangan, tetapi juga mengerti risiko dan tanggung jawab yang menyertainya.

Makin Banyak yang Melek Finansial, Tapi Jerat Pinjol Ilegal Masih Makan Korban
Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi, dan Perlindungan Konsumen OJK, Frederica Widyasari saat media briefing, Selasa (11/3/2025). (Dok. Liputan6.com).

Meski tantangan masih besar, ada kabar baik dari hasil survei nasional literasi dan inklusi keuangan (SNLIK) 2025. Tingkat pemahaman masyarakat terhadap layanan pinjaman berbasis teknologi (fintech lending) mengalami peningkatan, dari 20,82% di tahun 2024 menjadi 24,90% pada 2025.

Namun, peningkatan ini tidak diiringi oleh kenaikan tingkat inklusi. Justru, angka inklusi sedikit turun dari 4,58% menjadi 4,4%. Hal ini menunjukkan bahwa walaupun masyarakat mulai mengenal produk keuangan, belum tentu mereka mengakses atau menggunakannya dengan tepat.

Untuk mengatasi hal ini, OJK bersama Satgas PASTI yang terdiri dari 20 kementerian dan lembaga negara secara aktif menggencarkan kampanye edukasi publik. Hingga saat ini, lebih dari 2.700 kegiatan literasi telah dilakukan, dan konten edukatif yang diproduksi sudah menjangkau lebih dari 3,3 juta orang di berbagai wilayah Indonesia.

“Kami juga menyebarkan konten literasi digital yang telah diakses oleh lebih dari 3,3 juta masyarakat Indonesia,” ujar Kiki.

Dalam kesempatan yang sama, Deputi Bidang Statistik Sosial BPS, Ateng Hartono, memaparkan hasil pengukuran indeks literasi keuangan nasional. Berdasarkan metode keberlanjutan, indeks ini mengalami peningkatan dari 65,43% pada tahun 2024 menjadi 66,46% di 2025. Bila dihitung berdasarkan cakupan Dewan Nasional Keuangan Inklusif (DNKI), angka indeks literasi keuangan nasional bahkan menyentuh 66,64%.

"Secara nasional indeks literasi keuangan menunjukkan peningkatan. Dari 65,43% di tahun 2024 menjadi meningkat 66,46% untuk kategori berlanjutan di tahun 2025," ujar Ateng.

Peningkatan ini juga terjadi pada layanan keuangan konvensional, dari 65,08% menjadi 66,45% di 2025. Namun, literasi keuangan syariah masih tertinggal jauh, meskipun menunjukkan lonjakan yang signifikan dari 11,39% di 2024 menjadi 43,42% pada tahun ini.

Data dan fakta di lapangan menunjukkan bahwa edukasi keuangan masih menjadi pekerjaan rumah besar. Tingkat literasi mungkin meningkat, tetapi pemahaman mendalam tentang risiko, etika penggunaan, dan perbedaan antara layanan legal dan ilegal masih perlu diperkuat.

OJK menegaskan komitmennya untuk terus melindungi masyarakat dari praktik keuangan ilegal dan membangun masyarakat yang lebih cerdas secara finansial. Terutama dalam mengenali bentuk pinjaman legal, memahami syarat dan ketentuannya, serta menghindari jebakan utang konsumtif.

Read Entire Article
Bekasi ekspress| | | |