Hammad Hendra
Kamis, Mei 08, 2025
Perkecil teks Perbesar teks
![]() |
Suasana masjid yang rusak akibat dihantam serangan India di Muridke, Pakistan, Rabu (7/5/2025). (Dok. Gibran Peshimam/Reuters) |
PEWARTA.CO.ID - Ketegangan antara India dan Pakistan kembali meningkat tajam setelah serangan udara dan tembakan lintas batas yang dilakukan India ke wilayah Pakistan, termasuk kawasan sengketa di Kashmir, menewaskan sedikitnya 31 warga sipil dan melukai 46 lainnya pada Rabu (7/5/2025).
Pemerintah Pakistan mengecam keras serangan tersebut, menyebutnya sebagai pelanggaran serius terhadap kedaulatan negara.
Dalam siaran nasional, Perdana Menteri Pakistan, Shehbaz Sharif, menyatakan komitmennya untuk memberikan balasan tegas.
"Darah warga sipil kami tak akan dibiarkan sia-sia. Atas kesalahan mencolok yang dilakukan India tadi malam, kini mereka harus membayar harganya,” tegas Sharif, dikutip oleh Reuters.
Menanggapi situasi ini, Menteri Luar Negeri Pakistan, Mohammad Ishaq Dar, mengungkapkan bahwa telah terjadi komunikasi antara penasihat keamanan nasional kedua negara, meskipun Pakistan tetap bersiap melakukan respons militer.
“Kami akan membalas pada waktu, tempat, dan cara yang kami pilih,” bunyi pernyataan resmi pemerintah.
Kementerian Pertahanan Pakistan mengklaim telah menembak jatuh lima pesawat militer India dalam serangan balasan.
Pemerintah Pakistan menegaskan bahwa serangan mereka hanya akan ditujukan pada sasaran militer, bukan warga sipil. Namun, India belum memberikan konfirmasi atas klaim tersebut.
Pihak India menyebut serangan yang dilancarkan ke sembilan titik sasaran, termasuk kamp pelatihan militan, sebagai aksi balasan atas serangan terhadap rombongan wisatawan Hindu di Kashmir India pada bulan April lalu.
Operasi ini dinamakan “Operasi Sindoor” oleh pemerintah India.
Salah satu serangan paling mematikan terjadi di Muzaffarabad, ibu kota Kashmir Pakistan, di mana lima rudal menghantam sebuah masjid yang juga berfungsi sebagai madrasah.
Tiga orang dilaporkan tewas dalam insiden tersebut.
Warga menggambarkan bangunan dua lantai itu hancur total, dengan atap yang ambruk dan barang-barang berserakan.
India menyatakan bahwa lokasi itu merupakan kamp militan, namun tudingan ini dibantah keras oleh pihak Pakistan.
Selain serangan udara, baku tembak juga terjadi di sepanjang garis perbatasan de facto yang membelah wilayah Kashmir.
Konflik ini memperparah situasi domestik Pakistan, yang masih dalam proses pemulihan ekonomi pasca-krisis dan sedang bernegosiasi untuk mendapatkan pinjaman senilai USD 7 miliar dari Dana Moneter Internasional (IMF).
Ketegangan terbaru ini menambah risiko eskalasi konflik antara dua negara bersenjata nuklir yang telah tiga kali terlibat perang sejak kemerdekaan mereka pada 1947, dua di antaranya terkait sengketa wilayah Kashmir.
India telah menginformasikan kepada 13 duta besar negara asing bahwa jika Pakistan melakukan serangan balasan, India akan memberikan respons setimpal.
Merespons kondisi ini, Presiden Amerika Serikat saat itu, Donald Trump, mengimbau kedua pihak untuk menghentikan kekerasan dan menawarkan diri sebagai penengah.
Seruan serupa disampaikan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), China, Rusia, dan Inggris.
Situasi ini turut berdampak pada sektor penerbangan dan pasar keuangan. Beberapa maskapai membatalkan penerbangan ke wilayah India dan Pakistan, sementara nilai tukar rupee India turun ke titik terendah dalam sebulan terakhir.