Nimas Taurina
Jumat, Mei 09, 2025
Perkecil teks Perbesar teks
PEWARTA.CO.ID - Hakim nonaktif Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Heru Hanindyo, yang sebelumnya menjatuhkan vonis bebas terhadap terdakwa kasus pembunuhan Ronald Tannur, akhirnya dijatuhi hukuman penjara selama 10 tahun. Putusan ini dijatuhkan oleh Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta dalam sidang yang digelar pada Kamis (8/5/2025), terkait keterlibatannya dalam praktik suap dan gratifikasi.
Hakim Ketua Teguh Santoso menyatakan Heru terbukti secara sah dan meyakinkan terlibat dalam tindak pidana korupsi yang dilakukan secara bersama-sama.
"Terdakwa juga dijatuhkan pidana denda sebesar Rp500 juta dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar, maka diganti (subsider) dengan pidana kurungan selama tiga bulan," ujar Hakim Ketua Teguh Santoso saat membacakan putusan.
Heru dijerat dengan Pasal 6 ayat (2) dan Pasal 12B juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah oleh UU Nomor 20 Tahun 2001, juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Vonis ini lebih ringan dari tuntutan jaksa, yaitu 12 tahun penjara dan denda Rp750 juta subsider enam bulan kurungan.
Dalam pertimbangannya, Majelis Hakim menyampaikan bahwa ada beberapa faktor yang memberatkan, termasuk tindakan Heru yang dianggap bertentangan dengan upaya negara dalam memberantas korupsi dan mencederai sumpah jabatan sebagai hakim. Lebih jauh, Heru dinilai tidak menunjukkan penyesalan atas perbuatannya.
Namun, sebagai hal yang meringankan, Majelis menilai bahwa Heru belum pernah memiliki catatan pidana sebelumnya.
"Berdasarkan hal memberatkan dan meringankan yang ada pada diri terdakwa, Majelis berpendapat bahwa hukuman atau pemidanaan yang dijatuhkan atas diri terdakwa kiranya sudah memenuhi rasa keadilan," lanjut Teguh.
Kasus ini menyeret dua hakim lain yang juga telah divonis sebelumnya, yakni Erintuah Damanik dan Mangapul Manalu. Keduanya dijatuhi hukuman masing-masing 7 tahun penjara dan denda Rp500 juta subsider 3 bulan penjara.
Dalam perkara ini, ketiga hakim disebut menerima suap hingga total Rp4,67 miliar. Rinciannya meliputi uang tunai Rp1 miliar dan 308 ribu dolar Singapura (sekitar Rp3,67 miliar dengan kurs Rp11.900). Tak hanya itu, mereka juga diduga menerima gratifikasi dalam berbagai bentuk mata uang asing, termasuk dolar Singapura, ringgit Malaysia, yen Jepang, euro, hingga riyal Saudi.
Aksi suap tersebut diduga berkaitan langsung dengan putusan bebas terhadap Ronald Tannur, terdakwa dalam kasus pembunuhan yang menuai perhatian publik. Putusan bebas itu sempat menuai kontroversi dan kritik luas dari masyarakat.